Terima kasih atas kunjungan anda, semoga membawa manfaat... Amieeeeen

Rabu, 17 Februari 2010

Bisnis Islam

Dalam dunia modern sekarang, bisnis merupakan aktivitas yang sangat kompleks. Hal itu karena kegiatan bisnis banyak terkait dan sekaligus dipengaruhi dan ditentukan oleh banyak faktor, seperti organisasi-manajerial, ilmiyah-teknologis, dan politik sosial kultural. Oleh karena itu, para pelaku bisnis (pebisnis) sekarang ini dituntut untuk memiliki profesionalisme yang tinggi. Sebab tanpa itu, kegiatan bisnis bukan saja tidak akan maju dan berkembang, melainkan justru ia akan hancur dan berantakan. Menurut para pelaku bisnis untuk menjadi orang profesional.

Hanya saja, sikap profesional dan profesionalisme yang dimaksudkan dalam dunia bisnis sering kali hanya terbatas pada kemampuan teknis menyangkut keahlian dan keterampilan yang terkait dengan bisnis : manajemen, produksi, pemasaran, keuangan, personalia, dan seterusnya. Hal mana itu semua selalu dikaitkan dengan prinsip efisiensi demi mendatangkan keuntungan yang besar.

Dalam kondisi seperti itu, yang sering dilupakan dan tidak banyak mendapat perhatian adalah profesionalisme dan sikap profesional sebenarnya juga mengandung pengertian kometmen pribadi pada profesi tersebut, dan pada kepentingan pihak-pihakyang terkait. Akan tetapi hal ini sering dilupakan atau memang sengaja dilupakan.

Oleh karena itu, sangat wajar apabila kegiatan bisnis tidak pernah dianggap sebagai sebuah profesi luhur. Sebaliknya, ia justru dianggap sebagai profesi kotor yang penuh tipu daya dan kecurangan. Namun anehnya, para pembisnis itu sendiri juga seakan tidak keberatan dengan tuduhan seperti itu, sebab bagi mereka, satu-satunya tujuan dari bisnis yang mereka jalankan adalah mencari keuntungan. Akibatnya, cara apapun kemudian dianggap “syah” asalkan tujuan tersebut bisa tercapai.

Koinsekuensinya, aspek moralitas dalam persaingan bisnis dianggap sebagai penghalang tujuan tersebut. Persaingan dalam dunia bisnis seringkali lebih merepresentasikan persaingan kekuatan modal: pelaku bisnis dengan modal besar akan terus berusaha memperbesar jangkauan bisnisnya sehingga mengakibatkan semakin tergeser dan tergusurnya para pengusaha kecil (pemodal kecil). Ini merupakan wujud nyata dari adanya persaingan bisnis yang tidak fair dan jelas-jelas tidak dilandasi dengan nilai-nilai moral.

Dengan adanya sikap seperti itu maka pada gilirannya muncul sebuah pemahaman bahwa bisnis merupakan sebuah aktivitas ekonomi manusia yang bertujuan mencari keuntungan semata. Dari situ, bisnis kemudian dianggap sebagai aktivitas manusia yang tidak terkait dengan sistem nilai-nilai apapun, termasuk etika. Bisnis dan etika dipahami sebagai dua bidang yang terpisah satu sama lain dan tidak mungkin bisa disatukan.

Hadirnya etika bisnis mempunyai peran penting dalam mengubah anggapan dan pemahaman tentang “kesadran sistem bisnis amoral” yang telah melekat dalam kesadaran masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, maka diharapkan bisnis tidak lagi dipandang sebagai aktivitas amoral yang mengabaikan nilai-nilai etika. Namun untuk melakukan perubahan ini tentu bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena kegiatan bisnis amoral telah lama mengakar dan berkembang dalam kesadaran umat manusia. Bahkan ia telah menjadi kebiasaan yang membudaya dan mengakar dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Disinilah etika bisnis mempunyai posisi strategis untuk memberikan cakrawala dan wawasan bagi perubahan-perubahan mendasar dalam kegiatan bisnis.

Dalam posisi yang digambarkan di atas, pemikiran etika bisnis Islam muncul kepermukaan. Etika bisnis Islam merupakan tuntunan terhadap aktivitas bisnis yang didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qu’an. Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang ini, etika bisnis tidak hanya terkait dengan aspek etika secara parsial dan terpisah. Ini berarti bahwa tujuan bisnis tidak semata-mata bersifat materiil-kuantitatif, tetapi sekaligus immateriil-kualitatif. Al-Qur’an tidak memisahkan tujuan materiil yang bersifat kuantitatif dari tujuan kualitatif yang bersifat immateriil. Sebaliknya, ia menyatukan tujuan keduanya dalam bingkai etika bisnis, yakni bisnis yang dilandasi oleh kesadaran menjauhkan diri dari praktik-praktik mal-bisnis yang bersifat destruktif, baik bagi pelaku bisnis itu sendiri maupun bagi masyarakat luas.

Etika bisnis al-qur’an, dengan demikian, memosisikan pengertian bisnis sebagai usaha manusia untuk mencari ridho Ilahi. Bisnis tidak hanya bertujuan jangka pendek, individual, dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematis, tetapi juga bertujuan jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial di hadapkan masyarakat, negara dan Allah. Dengan realitas seperti itu, maka semakin menjadi jelas bahwa di dalam Islam tidak ada pemisahan antara etika pada satu sisi dan bisnis pada sisi yang lain. Bisnis berada dalam satu kesatuan bangunan dengan etika.

Prinsi-prinsip etika bisnis dalam Al-Qur’an memberikan pandangan bahwa antara bisnis dan etika bukan merupakan dua bangunan yang terpisah, melainkan sebagai satu kesatuan struktur. Bisnis dalam pandangan Al-Qur’an bukan semata-mata upaya meraih keuntungan materiil, tetapi sekaligus berupaya mencapai tujuan spiritual, yakni pencapaian tujuan kemanusiaan sebagai pengejawantahan amanah sebagai mahluk dan sebagai khalifah untuk mencapai keridhoan Allah.

Dalam keterpaduan tersebut, Al-Qur’an memberikan bangunan paradigma bisnis, yakni bisnis yang dilakukan dengan kesadaran dan dibangun di atas nilai-nilai aksioma kesatuan, kehendak bebas, pertanggungjawaban, keseimbangan (keadilan), dan kebenaran (kebijakan dan kejujuran). Nilai-nilai inilah yang kemudian menjadi landasan bagi penciptaan bisnis yang islami.

Etika bisnis adalah aplikasi etika umum yang mengatur perilaku bisnis. Norma moralitas merupakan landasan yang menjadi acuan bisnis dalam perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong perilaku bisnis itu tetapi nilai moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.

Pemgelolaan bisnis dalam konteks pengelolaan secara etik mesti menggunakan landasan norma dan moralitas umum yang berlaku di masyarakat. Penilaian keberhasilan bisnis tidak saja ditentukan oleh keberhasilan prestasi ekonomi dan finansial semata tetapi keberhasilan itu diukur dengan tolak ukur paradigma moralitas dan nilai-nilai etika terutama pada moralitas dan etika yang dilandasi oleh nilai-nilai sosial dan agama. Tolak ukur ini harus menjadi bagian yang integral dalam menilai keberhasilan suatu kegiatan bisnis.

Secara ideal memang diharapkan kometmen aplikasi etika bisnis muncul dari dalam bisnis itu sendiri (para pengelola bisnis) seperti para pemilik, manajer, karyawan dan seluruh peran dan kepentingan stake holders yang lain yang secara etis harus juga diuntungkan (dalam pengertian diperlakukan secara adil) oleh pengelola bisnis. Oleh karena itu etika bisnis diaplikasikan disamping oleh pelaku bisnis itu sendiri sebagai kometmen diri yang memang muncul tuntutan dari dalam bisnis itu sendiri sebagai tuntutan profesionalisme pengelolaan bisnis. Tetapi juga oleh akibat dan tujuan yang diraih oleh lingkungan dan sosial yang ikut serta mendukung tujuan bisnis itu sendiri dalam jangka waktu panjang di masa datang.

Etika bisnis dalam implementasinya. Dan sebagai mana telah diterangkan diatas akan mengacu pada norma dan moralitas di masyarakat di mana bisnis itu eksis atau beroperasi.

Oleh karena itu secara konseptual implementasi etika bisnis di dalam kegiatan bisnis dapat disusun urut-urutannya bahwa etika didasarkan pada norma dan moralitas. Dari dasar etika tersebut maka etika bisnis mendasarkan diri pada moralitas dan norma, tetapi juga hukum dan peraturan yang berlaku di masyarakat.

Norma yang dijadikan landasan bagi para manajer dalam kegiatan bisnis mereka adalah peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang harus dipatuhi oleh pelaku bisnis. Sedang moralitas yang dipergunakan tolok ukur dalam menilai baik buruknya kegiatan bisnis yang mereka lakukan adalah cara pandang dan kekuatan diri dan masyarakat yang secara naluri atau insting dan secara kodrati semua manusia mampu membedakan benar dan tidaknya suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku bisnis atas dasar kepentingan bersama dalam pergaulan yang harmonis di dalam masyarakat. Dalam konteks ini ada dua acuan landasan yang dipergunakan, yaitu etika deskriptif dan etika normatif.

Etika deskriptif adalah objek yang dinilai sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan yang ingin dicapai dan bernilai sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia seperti apa adanya sesuai dengan tingkatan kebudayaan yang berlaku di masyarakat.

Etika normatif adalah sikap dan perilaku sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal dan mesti dilakukan manusia / masyarakat.

Ada tuntutan yang menjadi acuan bagi semua pihak dalam menjalankan fungsi dan peran kehidupan dengan sesama dan lingkungan.

Di dunia modern etika dan tanggung jawab sosial bisnis merupakan pokok bahasan yang serius dalam diskusi-diskusi bisnis kontemporer tentang perencanaan-perencanaan kebijakan, manajemen proses, bahkan dilakukan pula oleh pemerintah. Secara umum dipahami bahwa etika bisnis merupakan penerapan nilai-nilai atau standar-standar moral dalam kebijakan, kelembagaan dan perilaku bisnis yang penerapannya akan dapat meningkatkan profitabilitas jangka panjang dan good will yang diperoleh dari citra positif dari bisnis yang dijalankan.

Serangkaian penemuan-penemuan baru, perubahan-perubahan organisasi bisnis, perdagangan seluruh dunia, apalagi semakin merebaknya bisnis di dunia maya atau dikenal dengan e-Business atau e-Commerce, tidak hanya mengubah cara-cara dalam memperoleh penghasilan, tetapi secara radikal mengubah seluruh cara hidup bahkan mengubah cara berpikir, khususnya karena berkembangnya kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan secara signifikan. Perubahan-perubahan besar dalam jalan hidup telah meningkatkan pengembangan teori-teori praktis yang menyangkut fungsi inti dari organisasi-organisasi bisnis.

Dengan fakta ini, etika bisnis merupakan salah satu dari disiplin ilmu yang berhubungan dengan persoalan-persoalan diatas dalam berbagai konteksnya. Etika bisnis menawarkan seperangkat nilai-nilai bisnis, agar dapat menjembatani persoalan-persoalan diatas dengan perubahan-perubahannya tanpa menyimpang dari makna dari hakikat kehidupan. Makana hakikat hidup bukan semata-mata melakukan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup, melainkan pencarian, pemaknaan, dan pengabdian bagi kelangsungan dan kesejahteraan kehidupan individual dan sosial baik di dunia maupun di kehidupan setelah kematian.

Dalam konteks bisnis perusahaan, penerapan etika bisnis di hadapkan dengan masalah-masalah yang meliputi proses, People, dan teknologi. Pada tataran prosesnya, etika bisnis berhadapan dengan masalah-masalah klasik, seperti, cash flow, personal network, quality,competention, dan endurance. Pada tataran people, etika bisnis dihadapkan dengan persoalan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum memadai, motivasi entrepreneur, dan keinginan untuk “cepat sukses”. Demikian pula dalam teknologi, etika bisnis berhadapan dengan tuntutan teknologi, yang mensyaratkan keserbacepatan dan efisiensi total dalam sistem kerja untuk mencapai suatu maksud dalam bisnis.

Menghadapi realitas tersebut, terdapat pilihan-pilihan yang dihadapkan untuk memilih antara empat pilihan. Keempat kondisi itu, yaitu: jika tidak etis maka akan tertinggal, etis tidak tertinggal, etis tertinggal, dan tidak etis tertinggal.

Terhadap pilihan-pilihan tersebut, konsepsi bisnis yang terpisah dari etika lebih banyak menjadikan etis tertinggal dan etis tidak tertinggal sebagai pilihan bisnis. Hanya saj dalam realitasnya kedua pilihan itu mempunyai kelemahan yang mendasar. Bisnis bukanlah dunia yang berdiri sendiri dan terpisah dari masyarakat.

Bisnis tidak bisa terlepas dari etika dikarenakan tiga hal, yakni pertama, bisnis tidak bebas nilai. Kedua, bisnis merupakan bagian dari sistem sosial. Dan ketiga, aolikasi etika bisnis identik dengan pengelolaan bisnis secara profesional. Perkembangan bisnis atau perusahaan, baik sebagai akibat maupun sebagai salah satu sebab perkembangan politik, ekonomi, sosial maupun teknologi serta aspek lingkungan di sekitarnya, jika selama ia berinteraksi dan menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat yang membutuhkannya maka bisnis atau perusahaan itu harus menyadari akan tanggung jawabnya terhadap lingkungannya, khususnya tanggung jawab sosial dengan segala aspeknya. Agar suatu perusahaan atau bisnis dapat mencapai tujuannya secara kontinyu dengan dukungan masyarakat luas manajemen harus menjaga efektifitas interaksi yang berlangsung antara perusahaan dan konsumen dan stakeholder-nya dengan cara-cara yang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma etika bisnis.

Pada hakikatnya etika merupakan bagian integral dalam bisnis yang dijalankan secara profesional. Dalam jangka panjang, suatu bisnis akan tetap berkesinambungan dan secara terus-menerus benar-benar menghasilkan keuntungan, jika dilakukan atas dasar kepercayaan dan kejujuran. Demikian pula suatu bisnis dalam suatu perusahaan akan berlangsung bila bisnis itu dilakukan dengan memberi perhatian kepada semua pihak dalam perusahaan (stakeholder approach). Inilah sebagian dari tujuan etika bisnis, yaitu agar semua orang yang terlibat dalam bisnis mempunyai kesadaran tentang adanya dimensi etis dalam bisnis itu sendiri, dan agar belajar bagaimana mengadakan pertimbangan yang baik secara etis maupun ekonomis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar